Rabu, 22 Desember 2010

HAKEKAT BENCANA (DR. Kemas Ali Hanafiah)

Bangsa kita, pada masa pra-merdeka kekayaannya dirambah oleh penjajah, dan setelah merdeka malah dirambah oleh tokoh-tokoh hitam bangsa sendiri, sehingga sekarang menjadi negara miskin lagi berhutang-banyak dengan sumberdaya-alam menipis, bergelar top negara koruptor, top bangsa bodoh dan top tidak aman.  Ditambah lagi rundungan kemalangan dengan se-rangkaian bencana/mushibah mulai dari Tsunami di Aceh/Sumut, banjir dan kebakaran hutan di Sumsel, Jambi, Riau dan Kalimantan, hingga gempa di Banten dan di Papua, Lumpur Lapindo di Jawa, meletusnya gunung Merapi dan mengejolaknya kawah Bromo.  Ada apa dengan bangsa kita ? marilah kita berfikir, karena memang Allaah memberikan kelebihan akal/otak kepada manusia untuk berfikir, dan hanya orang-orang yang pandai menggunakan akalnya yang dapat memetik pelajaran/hikmah dari segala kejadian yang dilihat, didengar dan dialami selama hidupnya (TQS Ali ‘Imron 5), jadi doktor, guru-besar apalagi sekadar profesor kum (GBHN) lupa fungsi lagi, bukanlah jaminan. 
Sesungguhnya seseorang itu terkumpul kejadiaannya di dalam perut ibunya: masing-masing 40 hari berupa air mani,  darah dan daging, lalu Allah mengutus malaekat untuk meniupkan ruh pada-nya, & diperintahkan menulis dalam kitab:  rizkinya, ajalnya, amalnya, kesialan atau keberuntungannya (HSR Bukhary & Muslim dari Ibnu Mas’ud). 
Apabila suatu kaum telah terjerumus ke sistem riba ini, berarti kaum itu telah menyatakan perang terhadap Allaah dan rasul-Nya (TQS al Baqarah 279), maka azab berupa bencana banjir dahsyat bagi daerah dataran rendah seperti Palembang dan Jambi, dan gempa dahsyat bagi daerah dataran tinggi, serta bencana-bencana akibat kesalahan manusia sendiri (TQS an Nisaa’ 79) hanya tinggal menunggu waktu.
Apalagi semua tanda-tanda kehancuran suatu ummat yang dije-laskan al Qur-an dan as Sunnah telah ada di depan mata, seperti orang jujur lagi ikhlas disingkirkan dan yang diberi amanah malah pengkhianat atau freeman (buta-norma/etika/agama) malah terhormat;  masjid dibangun dengan uang/barang yang takjelas kehalalannya, atau hanya untuk pamer, atau diurus oleh munafikin /fasikin/zalimin/sombongin lagi bodoh/periba/koruptor/smokelin; pelacuran telah merajalela hingga ke pinggiran masjid, pembunuhan telah mudah dan banyak terjadi, kecurangan neraca jual-beli, kolusi, korupsi dan nepotisme sudah menjadi hal biasa, si kaya enggan berzakat/infaq & si miskin tidak bermartabat; dan yang paling mengenaskan adalah agama yang seharusnya merupakan sarana menuju ridho Allaah, oleh sebagian orang  hanya dikerjakan sebagai ritual, tanpa paham makna, tujuan dan hakikatnya, dan telah pula dijadikan hanya sebagai komoditi sumber kekayaan, sumber karisma/kekuasaan, ambisi dan pamer, sehingga muncul profesi tukang da’i, tukang do’a, tukang ritual kubur, tukang bungkus jenazah, tukang baca Qur-an, tukang adzan, tukang imam, tukang talqin, tukang manasik dan tukang-tukang bid’ah lainnya yang hanya mau bekerja jika dibayar, yang kadangkala sangat penurut kepada tuannya, meskipun salah, takut tak diupah/dipecat. Yang kesemuanya merupakan bukti keingkaran terhadap-Nya, Na’udzu billaahi min dzaalik, oleh karena itu, jika memang kita ingin selamat dari azab-Nya, satu-satunya jalan hanyalah kemba-li kepada ajaran al Qur-an dan as Sunnah, seperti dijelaskan oleh Firman-Nya:
Mengapa Allah akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman ?  Dan Allah adalah Maha Mensyukuri lagi Maha Mengetahui” (TQS an Nisaa’ 147).
“Adapun orang-orang yang beriman dan berbuat amal saleh, maka Allah akan menyempurnakan pahala mereka dan menam-bah untuk mereka sebagian dari karunia-Nya. Adapun orang-orang yang enggan dan menyombongkan diri, maka Allah akan menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih, dan mereka tidak akan memperoleh bagi diri mereka, pelindung dan penolong sela-in daripada Allah” (TQS an Nisaa’ 173).
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan ber-takwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya” (TQS al A’raaf 96).
Oleh karena itu marilah kita semua bertobat-nasuha, kemudian mengembalikan segala sesuatu kepada fungsi dan kesesuaiannya, rumah hanya sebagai tempat kediaman, mobil hanya sebagai kendaraan, harta hanya sebagai titipan, jabatan hanya sebagai amanah yang kesemuanya bukan untuk gengsi dan harus dipertanggung-jawabkan (al Fatihah 4), yang menyimpang segera bertobat, amanah diberikan kepada orang-orang pintar yang beriman, orang-orang bodoh menyadari kebodohannya dan segera belajar, para pejabat memilih pembantu yang tidak ABS tapi yang berani demi kebenaran dan memimpin rakyat/bawahannya dalam melaksanakan ajaran-Nya bukan sekadar ritual, dll.  Wallaahu a’lam.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar